Dongeng dalam Konteks Pendidikan Nasional: Pelibatan Keluarga Untuk Mendongeng dalam Membentuk Karakter Anak

Ekspresi Anak-Anak Saat Mendengarkan Dongeng. (Dokumentasi Pribadi)

Tanggal 20 Maret merupakan World Storytelling Day atau Hari Dongeng Sedunia. Pada hari ini, banyak masyarakat di dunia mengampanyekan kebiasaan bercerita dan mendengarkan cerita dongeng. Berkembangnya teknologi membuat budaya “bercerita secara lisan” ditinggalkan oleh banyak orang, khususnya para orang tua kepada anaknya. Hal inilah yang mendasari peringatan yang dulu disebut sebagai All Storytellers Day dikampanyekan di seluruh dunia. Dongeng telah menjadi bagian budaya oral di berbagai negara, tak hanya di Indonesia, negara-negara lain juga memiliki cerita-cerita rakyat yang baik dan menarik. Setidaknya, Indonesia harus berbangga karena memiliki berbagai cerita dongeng dan cerita rakyat yang tersebar  dari Sabang hingga Merauke.

Informasi tentang sejarah dongeng menjadi pembuka dalam tulisan ini. Sebelum dibahas lebih lanjut, saya secara pribadi ingin mengaitkan dongeng dengan kebijakan pemerintah yang belum lama ini dikeluarkan, yaitu kebijakan pemerintah tentang pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Salah satu langkah pemerintah dalam menyebarkan informasi ini adalah dengan meluncurkan laman web sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id. Di laman ini, kita bisa mendapatkan berbagai informasi menarik dan baik yang berkaitan dengan keluarga. Misalnya, informasi tentang ajakan Kemdikbud kepada sekolah-sekolah untuk lebih melibatkan orang tua yang bisa dilihat di artikel berjudul  “Kemdikbud Ajak Sekolah-Sekolah Lebih Melibatkan Orang Tua”  pada laman berikut.

https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=1629

Kita lanjutkan pembahasannya.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menetapkan peraturan tentang Pelibatan Keluarga Pada Penyelenggaraan Pendidikan pada 30 Oktober 2017 lalu. Pelibatan ‘keluarga’ yang dimaksud adalah suatu proses/cara keluarga untuk berperan dalam penyelenggaraan pendidikan guna mencapai Pendidikan Nasional. Adapun Pendidikan Nasional, sebagaimana yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kaitannya dengan dongeng adalah bahwa salah satu manfaat dongeng adalah membentuk karakter seorang anak. Jadi, jika diurutkan dengan singkat dan sistematis, salah satu cara pelibatan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan untuk menciptakan karakter yang mencerdaskan bangsa adalah dengan dongeng. Selanjutnya, saya akan membahas hal ini secara lebih detail.

Sarana Pencapaian Pendidikan Nasional

Jika dilihat dalam konteks capaian Pendidikan Nasional, mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter seorang anak bisa ditanamkan melalui media dongeng. Menurut Rona Mentari sang Juru Dongeng Keliling yang saat ini sedang menempuh studi di International School of Storytelling, Emerson College, United Kingdom, dongeng merupakan media pendidikan yang mengajarkan sesuatu tanpa menggurui. Artinya, kita bisa menyisipkan pesan apapun melalui cerita yang didongengkan tanpa khawatir sang anak merasa digurui. Misalnya, cerita-cerita dongeng bisa disisipi 9 karakter anti korupsi, yaitu kesederhanaan, kegigihan, keberanian, kerja sama, kedisiplinan, keadilan, kejujuran, bertanggung jawab, dan kepedulian. Ternyata sifat-sifat atau karakter anti korupsi itu tidak hanya satu. Akan tetapi dalam praktiknya, cerita dongeng yang didongengkan kepada anak tak harus memiliki kesembilan karakter tadi. Hal inilah yang dilakukan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menerbitkan buku serial dongeng anti korupsi yang masing-masing judul setidaknya disisipi satu karakter anti korupsi. Buku ini bisa kita dapatkan secara gratis, loh.

Selain manfaat dongeng yang ‘mengajarkan sesuatu tanpa menggurui’, Hamilton (2005) dalam karyanya yang berjudul The Power of Storytelling in the Classroom menjelaskan bahwa dongeng dapat meningkatkan daya imajinasi dan visualisasi seorang anak. Hamilton tidak hanya sekadar menyimpulkan pernyataan tersebut tanpa melakukan penelitian. Jadi, seandainya ada orang tua yang melarang anaknya untuk membaca buku-buku dongeng atau buku-buku fiksi, maka tindakan tersebut kurang tepat untuk dilakukan oleh orang tua. Pada kenyataannya, buku-buku fiksi sama-sama memiliki nuansa imajinasi yang bagus layaknya dongeng. Seorang ilmuwan terkenal yang tentunya kita semua tahu, yaitu Albert Einstein juga pernah berkata “Imagination is more important than knowledge” ‘Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan’. Bisa kita bayangkan, pengetahuan dan imajinasi yang hebat dari Albert Einstein pada akhirnya dapat menemukan teori relativitas yang kita kenal saat ini. Manfaat lain dari dongeng adalah meningkatkan minat baca anak (Haven dan Ducey dalam Miller dan Pennycuff, 2008). Salah satu fenomena yang saya khawatiri saat ini adalah para orang tua yang berbondong-bondong mengantarkan anak-anak mungil mereka ke tempat les membaca. Ada yang salah? Asumsi saya, lembaga-lembaga ataupun tempat les membaca anak pada akhirnya hanya memaksa anak-anak untuk bisa membaca, bukan suka membaca. Setidaknya, fenomena inilah yang saya temui di lingkungan tempat tinggal. Beberapa kali saya mencoba akrab dengan anak-anak dan bertanya di rumah suka baca buku, nggak? Jawabannya mengerucut pada satu hal, yaitu tidak. Pendidikan sendiri merupakan suatu proses mencari ilmu pengetahuan. Bagaimana mungkin seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang baik tanpa membaca? Masalahnya, mungkin banyak anak-anak yang telah mampu membaca, tetapi kalau mereka tidak suka membaca? Tentu belum cukup jika mereka hanya mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Inilah mengapa anak-anak di Indonesia belum gemar membaca.

Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya, salah satu manfaat dongeng adalah meningkatkan minat baca anak. Tentunya hal ini tidak bisa terjadi begitu saja. Orang tua harus terlibat sejak awal. Caranya adalah dengan membacakan dan mendongengkan cerita kepada anak sejak dini, bahkan sebelum mereka bisa membaca. Biasakan buku-buku ada di dekat mereka sejak kecil agar mereka terbiasa dengan hal tersebut. Denga begitu, anak-anak tak hanya mampu membaca, tetapi juga punya kecintaan untuk membaca buku.

Hari Dongeng Sedunia ini harus dimanfaatkan sebagai momen penggerak oleh seluruh masyarakat, pendidik, maupun pemerintah untuk memopulerkan kembali kebiasaan mendongeng. Para orang tua, secara lebih khusus, harus mulai sadar dan mulai meluangkan waktu untuk menceritakan dan membacakan cerita dongeng kepada anak-anak mereka. Tentu menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua masa kini agar bisa menceritakan dan membacakan dongeng di tengah-tengah kesibukan kerja dan arus informasi dan teknologi yang semakin cepat. Berbagai alasan seperti lelah, tak punya waktu, hingga tak percaya diri ketika mendongeng harus mulai dihilangkan. Pada dasarnya, orang tua tidak harus bercerita layaknya seorang pendongeng profesional. Mendongeng itu mudah, sederhana, dan menyenangkan, begitulah kata Kak Aio sapaan akrab Ariyo Zidni yang telah mendongeng di berbagai kota Indonesia.

Satu hal lagi, sesuai dengan tema penulisan kali ini, yaitu “Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan di Era Kekinian”, para orang tua tidak boleh mengambil jalan pintas dalam mendidik anak-anak mereka. Saat ini, gawai banyak dijadikan sebagai jalan pintas para orang tua agar anak-anak mereka menjadi anteng dan tidak merengek. Betapa pun gawai bisa dijadikan sarana dalam memberikan manfaat kehidupan, buku tetap menjadi hal yang paling penting dalam mendidik anak. Logikanya, kalau sedari kecil anak-anak terbiasa dengan gawai, maka saat tumbuh dewasa pun mereka akan terbiasa menggunakan gawai tersebut. Jika para orang tua membiasakan anak-anak mereka dengan buku sejak kecil, anak-anak tak hanya mencintai buku, tetapi ada kedekatan yang terbangun antara orang tua dan anak-anak mereka.

Latar Belakang Pendidikan Orang Tua Bukan Hal yang Lebih Penting dalam Mendidik Anak

Kebiasaan orang tua mendongengkan cerita kepada anak merupakan salah satu cara jangka panjang untuk pencapaian Pendidikan Nasional. Pemerintah pun harus sadar bahwa untuk meningkatkan kegemaran membaca anak di Indonesia harus dipersiapkan dari hal yang paling dasar. Mungkin kita sering mendengar anggapan seperti ini, “mereka keluarga mampu, orang tuanya berpendidikan, pasti anak-anak mereka juga akan berpendidikan”, “mereka keluarga mampu, mereka bisa menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah favorit”, atau “kita hanya keluarga miskin, anak-anak kami tak akan bisa lebih pintar dari mereka” dan anggapan-anggapan serupa lainnya. Anggapan-anggapan tersebut sebenarnya keliru, untuk meningkatkan minat baca anak, latar belakang pendidikan orang tua bukanlah hal yang paling menentukan minat baca seorang anak. Hal yang lebih penting dari latang belakang pendidikan orang tua dalam meningkatkan minat baca anak adalah kegiatan mendongeng ataupun membacakan buku kepada anak.

The Melbourne Institute of Applied Economic and Social Research menyatakan hasil penelitian mereka bahwa membacakan buku kepada anak setiap hari akan memperbaiki hasil sekolah mereka, terlepas dari latar belakang keluarga dan lingkungan rumah. Hasil penelitian The OECD Program for International Student Assessment juga menunjukkan korelasi yang kuat antara pembacaan buku orang tua dan kegiatan mendongeng kepada anak usia dini dengan prestasi membaca anak pada usia 15 tahun. Dr. Alice Sullivan dan Matt Brown, peneliti kebangsaan Inggris yang meneliti 6.000 anak-anak yang berpartisipasi dalam British Cohort Study pada tahun 1970 mengatakan bahwa kesenangan membaca lebih penting bagi perkembangan kognitif anak daripada tingkat pendidikan orang tua mereka. Dengan kesimpulan-kesimpulan para ahli tersebut, seharusnya kita mulai sadar bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh cara mendidik orang tua kepada anaknya, dan kegiatan membacakan buku serta mendongengkan cerita kepada anak adalah cara yang sangat baik. Bukankah mendongeng tidak memerlukan biaya yang mahal? Bukankah membacakan buku kepada anak bukanlah hal yang susah? Lantas, harus bagaimana lagi agar para orang tua ikut terlibat dalam pendidikan yang baik untuk anak-anak mereka?

Pada akhirnya, dongeng adalah salah satu media yang efektif untuk menceritakan dan membacakan cerita kepada anak agar anak-anak mulai terbiasa membaca sejak kecil. Dengan membiasakan aktivitas ini, apa pun latar belakang keluarganya, keluarga telah berperan dalam penyelenggaraan pendidikan guna mencapai Pendidikan Nasional di Indonesia. Terakhir, saya ingin mengutip pernyataan seorang psikolong anak, Devi Raissa,

“Media (termasuk dongeng) hanya menjadi jembatan saja, yang paling penting adalah keterlibatan orang tua di dalamnya.”

Sampai jumpa di Indonesia yang lebih baik!

Video Inspirasi Dongeng dari Rona Mentari

Juru Dongeng Keliling dan Pendiri Rumah Dongeng Mentari

#sahabatkeluarga

Oleh : Allam Herlambang – Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

Referensi

Gallets, Matthew P. 2005. Storytelling and Story Reading: A Comparison of Effects on Children. Tesis. Tennessee, USA: School of Graduate Studies, East Tennessee State University.

Hamilton, Marta dan Weiss, Mitch. 2005. Excerpt from Children Tell Stories: Teaching and Using Storytelling in the Classroom. Katonah, New York: Richard C. Owen Publisher.

Isbell, Rebecca dkk. 2004. “The Effects of Storytelling and Story Reading on the Oral Language Complexity and Story Comprehension of Young Children”. Dalam Early Childhood Education Journal, Vol. 32, No. 3, hlm. 157-163.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemdikbud RI.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2017. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kemdikbud RI.

Miller, Sara dan Pennycuff, Lisa. 2008. “The Power of Story: Using Storytelling to Improve Literacy Learning”. Dalam Journal of Cross-Disciplinary Perspectives in Education, Vol. 1, No. 1, hlm. 36-43.

Categories: Semesta Anak, Semesta Pendidikan

1 Comment

  1. luar biasa, mendongeng dalam membentuk karakter anak sangat diperlukan

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Copyright © 2025 semesta.allam

Theme by Anders NorenUp ↑